Assalamualaikum, moga mendapat manfaat !!! Terima kasih sudi singgah .. Syukran jazilan :)

Tuesday 14 July 2015

Andai Tahun Ini Ramadhan Terakhir :(


Assalamualaikum semua.. 
Alhamdulillah bertemu lagi kita dengan tetamu yang cukup istimewa ... Amatlah istimewa di mana adanya keistimewaan yang tiada pada tetamu-tetamu yang lain.. Di kesempatan ini, Imah nak coretkan sedikit entri mengenai tetamu istimewa kita ini ... Andainya tetamu kita pergi tanpa kita memperoleh faedah mengenainya..

Apa yang akan kita lakukan jika kita diberitahu bahwa seorang ulama besar, pejabat atau tamu istimewa lainnya akan berkunjung ke rumah kita ? Kita pasti akan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangannya. Mulai dari hidangan, tempat persinggahan, ataupun segala sesuatu yang bisa membuat tamu tersebut merasa betah selama berkunjungdi tempat kita.
Dan persiapan itu tentunya akan lebih ‘istimewa’ dan lebih serius jika kita tahu, kunjungan ini adalah kesempatan terakhir dan satu-satunya yang kita miliki.

Keutamaan Ramadhan jelas lebih besar daripada ke-utamaan seorang ‘tamu istimewa’. Di bulan itu ada satu hari yang lebih baik dari seribu bulan. Pintu neraka ditutup dan pintu syurga dibuka. Di bulan itu kita diperintahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’alaa melaksanakan ibadah puasa, yang Alloh Subhanahu wa Ta’alaa sendirilah yang akan membalasnya. Amalan sunnah di bulan itu bernilai amalam fardlu, dan amalan fardlu digandakan 70 kali. Dan banyak lagi keutamaan-keutamaan lainnya.

Mestinya beberapa keutamaan Ramadhan sudah membuat kita bersiap-siap untuk menyambutnya secara ‘luar biasa’. Bagaimana pula kiranya, jika ternyata Ramadhan ini adalah Ramadhan yang terakhir bagi kita ? Seperti apakah persiapan yang kita lakukan.

Diantara yang bisa dan se-mestinya kita lakukan sebagai upaya persiapan adalah :

Muraja’ah (mengulang kembali) kajian fiqh puasa dan  qiyam Ramadhan

Ini yang paling utama. Sebab al ilmu qoblal qouli wal ‘amal – ilmu sebelum perkataan dan perbuatan-. Meski pernah mempelajarinya, mengulangnya kembali tentu tidak ada salahnya. Apalagi jika nanti kita mendapatkan hal-hal baru atau hal-hal yang sudah pernah kita baca namun baru kali ini kita mengerti maksud sebenarnya.

Mengkaji fiqh puasa meliputi syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, pembatal-pembatalnya dan perkara-perkara yang dimakruhkan. Juga, berbagai perbedaan pendapat di antara para ulama sehubungan dengan semua itu.
Baik juga jika kita mengkaji hikmah-hilmah puasa supaya kita dapat menunaikannya dengan sebaik-baiknya. dan sebelum menunaikannya, kita patrikan di dalam benak kita hadits

“Barang siapa melaksanakan puasa Ramadhan dengan sepe-nuh keimanan dan hanya mengharapkan balasan dari Alloh, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
(HR. Bukhori dan Muslim)

Qiyam Ramadhan atau sholat tarawih adalah amalan sunnah yang sangat ditekankan di bulan Ramadhan. Diriwayatkan, bahwa Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam menunaikan sholat tarawih secara berjam’ah di masjid selama tiga hari berturut-turut dan sekira-nya tidak khawatir para shahabat akan mengira bahwa sholat tarawih itu wajib untuk dikerjakan secara berjama’ah di masjid, niscaya Beliau terus melaksanakannya.

Dan kita patrikan di benak kita juga, hadits shohih :“Barang siapa melaksanakan qiyam Ramadhan dengan sepenuh keimanan dan hanya mengharapkan balasan dari Alloh, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Intensifikasi ibadah di bulan Sya’ban

Karena tabiat manusia yang akan merasa kesulitan jika langsung dibebani dengan tugas yang berat. Puasa dan Qi-yam Ramadhan bukanlah amalan yang ringan kecuali bagi yang sudah terbiasa melakukan puasa dan qiyamul lail (sholat malam) pada malam-malam selain Ramadhan.

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was Salam yang sudah terbiasa mengamalkan puasa sunnah dan menjaga qiyamul lail, melipat gandakan amal ibadah Beliau, khususnya puasa di bulan Sya’ban. Ibunda ‘Aisyah rodliallhu ‘anha mengatakan,”Aku tidak pernah menyaksikan Rosululloh r menyempurnakan puasa sebulan penuh selain puasa Ramadhan. Aku juga tidak pernah menyak-sikan Beliau mengerjakan puasa sebanyak yang Beliau kerjakan di bulan Sya’an.”   (HR. Bukhori dan Muslim)

Dan di lain riwayat Beliau berkata,”Aku tidak pernah menyaksikan Beliau melaksanakan puasa dalam satu bulan melebihi puasa Beliau di bulan Sya’ban. Beliau melaksanakan puasa selama bulan Sya’ban, penuh. Beliau melaksanakan puasa di bulan Sya’ban, kecuali beberapa hari saja.” (HR. Muslim)

Dengan membiasakan diri melaksanakan puasa, qiyamul lail dan banyak membaca Al Qur’an di bulan Sya’ban, diharapkan nantinya di bulan Ramadhan kita sudah bisa ‘tancap gas’, beramal dengan sungguh-sungguh tanpa rasa malas atau berat dalam menunaikannya. Tidak perlu pemanasan dan penyesuaian terlebih dahulu.

Menebalkan keimanan, khususnya iman kepada hari akhir

Kuat dan tebalnya keimanan kita, khususnya keimanan pada hari akhir memiliki andil yang sangat besar terhadap keseriusan kita dalam beramal. Jika kita yakin bahwa kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang abadi, bahwa ke-nikmatan atau siksaan di sana adalah rasa yang sebenarnya – karena dirasakan oleh jasmani dan ruhani sekaligus – sedang-kan kehidupan dunia adalah kehidupan yang sebentar atau sementara saja, pastilah kita akan mendahulukan semua yang yang diperlukan demi kesuksesan di sana. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was Salam bersabda :

“Dibandingkan akhirat, dunia itu hanya seperti air yang me-nempel di jari salah seorang di antara kalian – lalu Yahya (salah seorang perowi hadits) mengisyaratkan  telunjuknya  di lautan. Lihatlah, seberapa banyak (air) yang dibawanya !” (HR. Muslim)

Kajian tentang apa yang terjadi setelah kita mati di alam barzakh kelak dan bahwa seseorang itu bisa meninggalkan dunia yang fana ini kapan saja tentunya akan menyadarkan kita untuk bersiap-siap menghadapinya, kapan saja. Alloh Subhanahu wa Ta’alaa berfirman :

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang de-kat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku terma-suk orang-orang yang sholih ?   (Qs. Al Munafiqun :10)

Kajian tentang nikmatnya jannah dan pedihnya neraka akan menyadarkan kita dan membuat kita sangat-sangat merindukan kehidupan akhirat. Terlebih jika selama di dunia ini beban berat senantiasa kita pikul dari waktu ke waktu.

Keimanan kepada hari akhir yang kuat akan mengurangi sikap berlebihan kita dalam mencintai dan mengurusi dunia. Kita ti-dak bakalan rela membiarkan dunia menyita waktu-waktu kita. Dan Ramadhan yang memiliki begitu banyak kelebihannya terlalu saying untuk dibiarkan berlalu. Apalagi setelah selama sebelas bulan kita banyak dilalaikan oleh nikmat dunia.

Berazam untuk tidak menyia-nyiakan Ramadhan

Setelah ketiga persiapan pertama sudah maksimal dan Ramadhan sudah di ambang pintu, tiba saatnya untuk membulatkan tekad, berazam untuk tidak menyianyiakan Ramadhan. Tidak membiarkan sesaat pun berlalu kecuali dalam rangka ibadah.
Dengan tekad ini semoga jika seandainya kita tidak berkesempatan berjumpa dengan bulan Ramadhan, kita tidak terhalangi dari fadlilahnya.
Semoga kita tidak terhalangi dari keutamaan Rama-dhan tahun ini, yang mungkin saja RAMADHAN TERAKHIR bagi kita.

KESEMPATAN TERAKHIR
 
Hampir selalu, setiap kali mengimami sholat, ustadz itu berpaling menghadap jamaah dan berkata,”Shollu sholatal muwaddi.” Sholatlah kalian dengan sholat perpisahan ! Dan hampir selalu pula, dada saya bergetar.
Ucapan beliau menyusup ke dalam relung bathin. Inilah sholatmu yang terakhir, waspadalah ! Begitu suara yang terdengar di dalam jiwa. Inilah kesempatan terakhir untuk mempersembahkan sholat terbaik dalam hidupmu.

Kata ‘terakhir itulah yang kemudian berubah menjadi energi yang dasyat. Saya tidak boleh main-main. Apalagi jika sebelumnya, saya merasa berbuat salah. Kata itu membuat saya cemas. Namun juga menyelipkan secercah harapan, karena kesempatan terakhir ini mudah-mudahan ada nilainya. Gabungan harap dan cemas itulah yang melahirkan sensasi aneh. Sebab bagaimanapun, kata ‘terakhir’ itu menggantikan frasa ‘tidak ada lagi sesudah-nya’.

Sebagai manusia yang mengimani hari akhir – yang berarti tidak ada hari lagi setelahnya – kata ‘terakhir’ lebih banyak kita kenal di dunia ini, dan berarti selesainya sebuah tahapan menuju tahapan berikutnya. Hingga berhenti di ‘hari akhir’ itu sendiri.

Kata ‘terakhir’, efektif untuk memberi kabar gembira, jika berhubungan dengan penderitaan dan memunculkan harapan. Pun ia efektif menjadikan ancaman dan peringatan, jika ber-hubungan dengan kelalian dan berakhirnya segala kenikmatan atau kelezatan semu duniawi.

Dan karena setiap kita pasti akan mati, dengan ketiadaan informasi tentang kapannya,  kesadaran  bahwa inilah saat terakhir yang kita miliki, harus selalu kita hadirkan setiap saat. Agar kita bisa mempersembahkan amalan terbaik dari yang sebelumnya. Juga agar kita tidak bermain-main dengan kesempatan yang ada untuk berbuat maksiyat.

Prinsip ‘toh ada hari esok’, bisa menjadi racun jika kita tidak menyikapinya dengan bijak. Ungkapan ini akan membuat kita menunda-nunda taubat dan bermain-main dengan maksiyat. Atau membiarkan hari berlalu tanpa amalan yang berarti. Dan mungkin kita tidak merasa kecewa karenanya. Bukankah ini sebuah musibah?

Kita memang tidak boleh berandai-andai, kecuali mengandaikan berakhirnya kenikmatan dunia ini hari ini. Karena itu akan membuat kita menghargai nikmat sehat dan kesempatan pemberian Alloh, pada saat banyak manusia tenggelam di dalamnya.

JANGAN JADIKAN RAMADHAN ESOK SEBAGAI MONSTER

Apa yang mencemaskan kita saat Ramadhan hempir menjelang ? “Saya sering tidak bisa membagi waktu, sehingga tidak bisa meraih perun-tungan yang besar.” ujar seorang teman. “Saya terlalu sibuk mengisi dauroh dan pengajian, sehingga tidak ada waktu untuk mengurus diri sendiri.” ujar yang lain. Yang satu lagi menambahkan, dengan agak malas dia berkata,”Saya tidak cukup uang untuk lebaran dan menambah belanja istri di bulan Ramadhan.”

Apa yang disampaikan teman kita yang terakhir, ini ada benarnya. Dan yakin, dia tidak sendirian. Pada banyak kasus yang kita amati, Ramadhan adalah saat memindah-kan pesta ke rumah kita. Setiap hari, selama satu bulan. Ba-yangkan ! berapa uang belanja yang harus ditambahkan. Wajar saja jika bukan rasa syukur atas pertemuan dengan Ramadhan yang terucap, namun justru kekhawatiran dan ketakutan.
Siapapun tahu, ada banyak manfaat puasa di bulan Ramadhan secara kejiwaan. Ia merupakan proses pendidik-an dan pelurusan bagi jiwa dari hal-hal yang mengotori kesu-ciannya. Ia adalah terapi jiwa yang sangat manjur. Bagi pen-damba jiwa yang religius, Ramadhan adalah hari-hari memu-askan dahaga ruhani dengan ibadah dalam suasana  yang sangat mendukung. Menahan diri dari makan minum sehari penuh sejak terbit  hingga terbe-namnya matahari adalah latihan  bagi  kita  dalam melawan dan menundukkan hawa nafsu. Me-najamkan sanubari dan menundukkan kepekaan jiwa, sebab rasa lapar yang terasa akan membuat kita menjadi sabar dalam menanggung beratnya rasa sakit dan jauhnya kita dari kelezatan dan kenikmatan hidup. Melahirkan perasaan qonaah dalam kekurangan dan kepedulian sosial terhadap mereka yang terbiasa hidup mis-kin. Simpati ini akan menumbuhkan kasih dan sayang yang bersemi meringankan tangan kita terayun untuk mereka.

Ramadhan mengajari kita makna tanggung jawab, pengendalian nafsu, kemauan yang kuat dan pendirian yang teguh. Membentengi diri dengan konsistensi menjalankan iba-dah dan praktik tingkah laku yang terpuji. Membuahkan ke-taqwaan dan kesabaran, bekal terbaik dalam menanggung be-ratnya beban kehidupan, perjuangan dakwah, godaan duniawi dan kontinyuitas ibadah.
Semestinya perjumpaan dengan Ramadhan adalah kerinduan yang mewujud. Kesempatan memperbaiki diri. Berharga mahal yang sayang jika dilewatkan.

Namun, hari ini Ramadhan menjadi semacam ‘monster yang menakutkan’. Bukan ketakutan dan rasa khawatir akan gagalnya panen amaliah ibadah, pahala dan ampunan Alloh, juga bukan khawatir gagal menjadi pribadi yang religius, tetapi rasa khawatir dicemberuti istri lantaran tidak adanya tambahan belanja, ditatap sinis mertua karena kita tidak bisa membawa pulang baju baru untuk anak-anak.
Tidak jarang juga yang sampai harus berhutang demi menyediakan kelengkapan hidangan saat berbuka. Apalagi melihat wajah anak-anak yang memelas memancarkan rasa lapar yang sangat, sering menyudutkan kita pada perasaan bersalah jika tidak bisa menghidangkan makanan yang ‘istime-wa’.

Belum lagi jika ada acara ‘wajib’ bersilaturrahmi ke orang tua pada hari lebaran, niat suci menjaga hubungan kekerabatan sering berubah menjadi ajang pamer kekayaan. Seolah ingin ber-kata,”Lihatlah saya setahun ini !”. Iklim bersaing tidak sehat ini, kadang memaksa untuk memanipulasi diri, agar tidak dianggap gagal. Banyak juga yang kemudian bekerja sekuat tenaga mengumpulkan harta yang cukup untuk ‘dipamerkan’.
Tidak jarang juga, perasaan malu muncul jika keadaan rumah masih  seperti tahun lalu. Kemudian berusaha untuk merubah cat tembok, peralatan makan, perabotan, kursi tamu, korden, atau bahkan, sarung, sajadah dan mukena. Hanya dengan anggapan bahwa Idul Fitri adalah hari raya umat Islam, dan juga bahwa ia adalah hari makan dan minum. Kemudian memaksa diri melebihi kemampuan hanya sekedar demi geng-si, kemudian mengorbankan kesempatan ibadah karena sibuk mempersiapkan hidangan dan pernak-perniknya, tentulah bukan pilihan yang baik. Banyak para bapak meninggalkan i’tikaf karena mengejar ‘setoran’ lebaran, atau masjid-masjid menjadi sepi di pertengahan Ramadhan.

Suasana materialistis seperti ini, sering membuat fakir miskin dan para dlu’afa  menangisi Ramadhan, karena mereka tidak punya apa-apa. Rasanya Ramadhan hanya untuk mereka yang kaya dan berkecukupan. Padahal zaman yang sulit dan penuh fitnah ini, kepedulian hasil ruhiyah Ramadhan harusnya lebih diutamakan. Bukankah pribadi religius yang akan sanggup menanggung sulitnya beban kehidupan ? Pribadi yang punya kesabaran dan ketaqwaan.

Wallohu A’lam bish Showwab

p/S:entri ni Imah amik dari internet dan ada yang diolah sedikit.. jika ada kekhilafan mohon maaf dan minta tegur ya ^^

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tentang blog...